Surumba.com – DPRD Kabupaten Buton menggelar rapat paripurna pandangan umum fraksi atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Buton 2025–2029, Jumat (15 Agustus 2025). Rapat dipimpin Ketua DPRD Mararusli Sihaji, didampingi dua wakil ketua.
Dari enam fraksi yang ada, Fraksi Kebangkitan Nasional Indonesia Raya (Fraksi Kenary), menjadi yang paling keras menyoroti isi dokumen RPJMD. Pandangan umum fraksi yang dibacakan Rahman Pua dari Partai Gerindra, memuat kritik detail terhadap arah pembangunan lima tahun ke depan.
Kritik Tajam Fraksi Kenary
Menurut Fraksi Kenary, RPJMD memang disusun dengan kerangka komprehensif sesuai arahan Kementerian Dalam Negeri. Dokumen ini juga telah mengidentifikasi lima isu strategis utama yakni transformasi ekonomi berbasis hilirisasi, reformasi birokrasi, kemandirian fiskal, pembangunan SDM, dan penanggulangan kemiskinan.
Namun di balik kerangka dokumen yang rapi, mereka menemukan sejumlah kelemahan mendasar. Pertama, indikator kinerja dianggap tidak jelas dan terukur. Contoh yang disoroti adalah target “peningkatan kepuasan layanan kesekretariatan” atau “hasil penelitian sesuai kebutuhan” yang tidak punya standar keberhasilan konkret. Ada pula target yang dinilai terlalu muluk, seperti 100 persen kawasan transmigrasi siap bangun.
“Target-target itu terlalu idealis dan sulit diwujudkan dengan keterbatasan sumber daya yang ada,” tegas Rahman Pua.
Selain itu, Fraksi Kenary menilai integrasi RPJMD dengan dokumen perencanaan nasional masih dangkal. Hubungannya dengan RPJMN hanya disebut secara umum, tanpa penjelasan rinci bagaimana prioritas nasional diterjemahkan ke tingkat daerah.
Partisipasi yang Samar
Fraksi Kenary juga menyoroti lemahnya aspek partisipasi publik. Meskipun penyusunan RPJMD disebut menggunakan pendekatan partisipatif, dokumen itu tidak menyajikan bukti jelas mengenai keterlibatan masyarakat, seperti hasil musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) atau konsultasi publik.
Bagi mereka, klaim partisipatif tanpa data adalah kelemahan serius. “Partisipasi publik itu bukan hanya formalitas, melainkan dasar legitimasi dari perencanaan pembangunan,” kata Rahman lagi.
Analisis Isu yang Dangkal
Kritik berikutnya terkait analisis isu strategis. Menurut Fraksi Kenary, identifikasi masalah masih sebatas permukaan. Isu seperti tingginya angka kemiskinan dan lemahnya hilirisasi ekonomi dinilai tidak dianalisis hingga akar penyebab. Dokumen juga tidak menampilkan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) yang bisa memperjelas strategi.
Akibatnya, semua isu disajikan seolah memiliki bobot yang sama, tanpa prioritas. Hal ini dikhawatirkan akan membuat program pembangunan tersebar ke banyak arah tanpa fokus utama.
Dana Misterius di Balik RPJMD
Sorotan paling tajam muncul pada kerangka pendanaan. Bagi Fraksi Kenary, dokumen RPJMD gagal menjelaskan secara transparan sumber pembiayaan. Proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggap belum detail, analisis dana transfer minim, dan peluang pendapatan baru tidak diuraikan.
Sejumlah alokasi anggaran yang dicantumkan, seperti Rp3,5 miliar untuk program kesekretariatan atau Rp23,5 miliar untuk program jalan daerah, tidak memiliki penjelasan teknis mengenai dasar perhitungan. “Angka-angka ini seolah muncul tanpa logika fiskal yang jelas,” ungkap Rahman Pua.
Mereka juga menyoroti absennya analisis risiko pendanaan, ketidakjelasan belanja wajib, hingga lemahnya perencanaan multi-tahun. Menurut Fraksi Kenary, kondisi ini bisa membuat RPJMD berakhir sebagai dokumen yang penuh janji namun sulit diimplementasikan.
Rekomendasi Fraksi Kenary
Meski kritis, Fraksi Kenary tidak hanya membongkar kelemahan. Mereka mengajukan beberapa rekomendasi. Pertama, memperjelas indikator kinerja dengan standar yang SMART (specific, measurable, achievable, relevant, time-bound). Kedua, mendokumentasikan proses partisipasi masyarakat secara transparan.
Selain itu, mereka meminta pemerintah menyusun peta jalan pendanaan yang lebih realistis, dengan identifikasi sumber dana yang jelas, termasuk potensi PAD dari sektor unggulan.
“Tanpa kejelasan pendanaan, semua target akan sulit diwujudkan,” kata Rahman Pua menutup pandangan fraksi.
Pemerintah Menjawab dengan Janji Perbaikan
Pemerintah daerah, melalui Wakil Bupati Buton, Syarifudin Saafa, menegaskan kritik fraksi akan ditindaklanjuti. Ia menyebut RPJMD bukanlah “daftar keinginan,” melainkan akan disempurnakan menjadi rencana yang terukur dan realistis.
“Kami berkomitmen memastikan setiap indikator kinerja memiliki target yang jelas, terukur, dan dapat dievaluasi secara objektif,” ujar Syarifudin.
Ia menjelaskan pemerintah akan melakukan evaluasi pada target yang terlalu ambisius, memperkuat integrasi dengan RPJPN dan RPJMD provinsi, serta menambah analisis sensitivitas fiskal agar perencanaan lebih adaptif. Partisipasi publik juga dijanjikan akan ditingkatkan, terutama melibatkan pemuda, perempuan, dan kelompok rentan.
Catatan Fraksi Lain
Selain Fraksi Kenary, fraksi-fraksi lain ikut menyuarakan pandangan kritis.
• Fraksi Amanat Nasional Untuk Buton Lebih Baik menyoroti kesenjangan pembangunan antarwilayah dan rendahnya kualitas SDM.
• Fraksi PKS menekankan perlunya strategi inovatif untuk menekan angka kemiskinan.
• Fraksi Demokrat mengingatkan risiko RPJMD hanya rapi di atas kertas namun gagal di lapangan.
• Fraksi Persatuan Kebangkitan Pembangunan Indonesia menuntut penguatan UMKM dan monitoring independen.
• Fraksi Karya Indonesia Perjuangan menyoroti rendahnya daya beli masyarakat dan mendesak pemberdayaan ekonomi kreatif.
Janji Besar dalam Dokumen RPJMD
Dalam pidato balasannya, Wakil Bupati memaparkan sejumlah program prioritas lima tahun ke depan yakni pembangunan infrastruktur dasar, penguatan layanan kesehatan untuk menekan stunting, peningkatan kualitas pendidikan, pengembangan pariwisata dan UMKM, serta hilirisasi aspal Buton.
Ia menegaskan strategi pembiayaan akan mengandalkan efisiensi belanja, investasi swasta, dan optimalisasi pendapatan daerah. “Kami tidak ingin RPJMD hanya jadi dokumen formalitas. Harus ada kesinambungan dari perencanaan, penganggaran, hingga implementasi. Kami pastikan evaluasi dilakukan setiap tahun,” katanya.
Meski pemerintah berjanji memperbaiki, kritik fraksi menyingkap tantangan nyata mulai dari ambisi target yang tak realistis hingga kerangka pendanaan yang samar. Jika kelemahan ini tidak segera diperbaiki, RPJMD Buton berpotensi menjadi dokumen penuh ambisi, ilusi, sekaligus misteri soal dana. (Adm)