Surumba.com – DPRD Kabupaten Buton kembali jadi panggung perdebatan serius. Rapat paripurna yang digelar pada Jumat malam (16 Agustus 2025), menghadirkan jawaban Pemerintah Daerah atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD terkait Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Paripurna dipimpin Ketua DPRD Buton, Mararusli Sihji, bersama dua Wakil Ketua, Hasni dan La Madi, serta dihadiri 12 anggota. Dari pihak eksekutif, Wakil Bupati Syarifudin Saafa memimpin rombongan bersama jajaran kepala OPD.
Fraksi Kebangkitan Nasional Indonesia Raya Bongkar Terget Ambisius
Sorotan tajam datang dari Fraksi Kebangkitan Nasional Indonesia Raya. Mereka menuding dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 masih dipenuhi indikator kabur dan target yang terlalu ambisius.
Contoh yang dipersoalkan, indikator “meningkatnya kepuasan layanan kesekretariatan” ditargetkan 100 persen tanpa tolok ukur jelas. Bahkan satuan ukur tidak konsisten yakni sebagian menggunakan poin, sebagian persentase, tanpa metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, Fraksi Kebangkitan Nasional Indonesia Raya mengkritisi analisis isu strategis yang dianggap lemah, integrasi dokumen dengan perencanaan nasional yang masih dangkal, serta proyeksi pendapatan yang dinilai belum realistis. Mereka menilai kemandirian fiskal Buton masih sebatas retorika tanpa strategi konkret.
Kritik itu menyentuh langsung inti persoalan yakni ambisi tinggi di atas kertas berhadapan dengan realita fiskal daerah yang terbatas.
Pemerintah Balas dengan Janji Penyempurnaan
Menjawab kritik, Wakil Bupati Syarifudin Saafa menyebut pandangan fraksi adalah masukan konstruktif yang akan ditindaklanjuti. Ia berjanji dokumen RPJMD tidak akan dibiarkan hanya sebagai daftar keinginan, melainkan rencana yang lebih terukur dan realistis.

“Kami berkomitmen memastikan setiap indikator kinerja memiliki target yang jelas, terukur, dan dapat dievaluasi secara objektif,” ujar Syarifudin.
Ia menjelaskan pemerintah daerah akan:
- Menyempurnakan indikator kinerja agar selaras dengan standar pengukuran pembangunan nasional.
- Melakukan evaluasi terhadap target yang terlalu ambisius, menyesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah.
- Menambah analisis sensitivitas fiskal, termasuk skenario optimis dan pesimis agar perencanaan lebih adaptif.
- Memperkuat integrasi RPJMD dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi.
- Meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat, terutama melibatkan pemuda, perempuan, dan kelompok rentan dalam perencanaan.
Menurutnya, RPJMD Buton juga telah mengakomodasi prioritas yang diajukan masyarakat melalui Musrenbang. Hal itu termasuk penguatan pelayanan dasar, percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah kepulauan, serta dukungan terhadap UMKM dan pertanian lokal.
Kritik Fraksi Lain: Dari Kesenjangan hingga UMKM
Selain Fraksi Kebangkitan Nasional Indonesia Raya, fraksi lain juga menyampaikan catatan yang menambah tekanan terhadap pemerintah daerah.
• Fraksi Amanat Nasional Untuk Buton Lebih Baik menyoroti kesenjangan pembangunan antarwilayah, rendahnya kualitas SDM, serta kemiskinan yang masih tinggi. Mereka meminta pemerintah lebih serius menggarap sektor pertanian, perikanan, dan tambang aspal Buton agar berdampak langsung bagi masyarakat.
• Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menekankan momentum RPJMD harus menjadi pijakan untuk meningkatkan kualitas SDM dan tata kelola pemerintahan. Mereka mendesak strategi inovatif agar angka kemiskinan bisa ditekan secara signifikan.
• Fraksi Demokrat mengingatkan bahwa implementasi RPJMD kerap terganjal anggaran terbatas dan birokrasi berbelit. Dokumen ini, kata mereka, jangan sekadar rapi di atas kertas, melainkan menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
• Fraksi Persatuan Kebangkitan Pembangunan Indonesia menyoroti lemahnya pelayanan publik, perlunya penguatan UMKM, pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil, serta monitoring independen agar DPRD lebih berperan dalam evaluasi tahunan.
• Fraksi Karya Indonesia Perjuangan menyoroti rendahnya daya beli masyarakat. Mereka mendesak pemberdayaan UMKM dan ekonomi kreatif dijadikan prioritas untuk menggerakkan roda perekonomian daerah.
Janji Besar dalam Dokumen RPJMD
Dalam pidato jawaban, Wakil Bupati menegaskan RPJMD 2025–2029 telah menempatkan isu-isu penting sebagai prioritas utama, yakni:
- Penanggulangan kesenjangan pembangunan wilayah.
- Peningkatan kualitas SDM, termasuk pendidikan dan kesehatan.
- Hilirisasi aspal Buton untuk meningkatkan PAD.
- Pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan.
Ia memaparkan beberapa program prioritas:
- Infrastruktur dasar di wilayah perbatasan dan kepulauan agar akses pendidikan dan kesehatan lebih merata.
- Peningkatan layanan kesehatan termasuk penguatan puskesmas dan penekanan angka stunting.
- Penguatan pendidikan, terutama peningkatan angka partisipasi sekolah dan kualitas tenaga pendidik.
- Pengembangan pariwisata dan UMKM, termasuk pelatihan digitalisasi bagi pelaku usaha lokal.
- Hilirisasi SDA, terutama aspal Buton, agar memberi nilai tambah ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan PAD.
Syarifudin menegaskan, pemerintah tidak menutup mata terhadap keterbatasan fiskal. Karena itu, strategi pembiayaan akan mengandalkan efisiensi belanja, mendorong investasi swasta, serta memaksimalkan sumber pendapatan daerah.
“Kami tidak ingin RPJMD hanya jadi dokumen formalitas. Harus ada kesinambungan dari perencanaan, penganggaran, hingga implementasi. Kami pastikan evaluasi dilakukan setiap tahun,” katanya.
Antara Ambisi dan Realita
Meski janji pemerintah terdengar meyakinkan, kritik DPRD tetap meninggalkan tanda tanya yakni sejauh mana semua target itu bisa diwujudkan? Publik menunggu apakah janji penyempurnaan benar-benar menghasilkan dokumen yang solid atau hanya berhenti pada wacana.
Sebab pada akhirnya, masyarakat tidak hidup dari tabel indikator, melainkan dari hasil nyata seperti jalan yang mulus, sekolah yang layak, layanan kesehatan terjangkau, dan pekerjaan yang tersedia.
RPJMD Buton 2025–2029 berani mematok target tinggi, namun keberanian itu akan terus diuji oleh keterbatasan fiskal, ketimpangan pembangunan, dan persoalan kemiskinan yang masih menghantui.
Debat panas di parlemen menunjukkan satu hal yakni tanpa perencanaan yang realistis dan implementasi yang konsisten, target ambisius hanya akan jadi janji kosong. (Adm)