Surumba.com – Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Buton, Syafaruddin, belum mau memberikan keterangan resmi terkait dugaan selisih dan pembengkakan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di instansi yang ia pimpin.
Saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (23 September 2025), ia menyatakan akan terlebih dahulu melaporkan persoalan tersebut kepada Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra.
“Saya belum bisa komentari. Nanti saya laporkan dulu ke Pak Bupati,” ucap Syafaruddin singkat.
Sebelumnya, Syafaruddin sempat memberikan penjelasan awal melalui sambungan telepon. Namun, ketika dimintai tanggapan lebih lanjut secara langsung di kantornya, ia memilih untuk tidak menambah keterangan.
Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan angka anggaran TPP Dinkes Buton dalam dua dokumen resmi pemerintah daerah tahun 2024 dan 2025. Dalam Peraturan Bupati (Perbup) Buton Nomor 28 Tahun 2024 tentang Perubahan Penjabaran APBD, alokasi TPP Dinas Kesehatan tercatat sebesar Rp2,899 miliar.
Namun, angka tersebut berubah dalam dokumen lain, yakni Rancangan Peraturan Bupati (Raperbup) Tahun 2025 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024. Di sana, alokasi TPP Dinas Kesehatan tercatat sebesar Rp2,126 miliar. Selisih antara kedua dokumen ini mencapai Rp772,5 juta.
Selain itu, data realisasi belanja juga menimbulkan pertanyaan. Masih dalam dokumen pertanggungjawaban APBD 2024, realisasi belanja TPP ASN di Dinas Kesehatan tercatat sebesar Rp6,716 miliar. Padahal, alokasi final dalam APBD Perubahan hanya Rp2,126 miliar. Terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp4,59 miliar, atau 215,8 persen di atas pagu resmi.
Sejumlah pihak mempertanyakan bagaimana belanja bisa melebihi pagu anggaran yang telah ditetapkan.
Dalam regulasi pengelolaan keuangan negara, pengeluaran di luar pagu tidak diperbolehkan. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa pengguna anggaran dilarang melakukan pengeluaran apabila anggaran tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Kejanggalan ini semakin menjadi sorotan karena terjadi di tengah kondisi krisis fiskal Kabupaten Buton pada 2024. Saat itu, Plt Kepala BPKAD Buton, Siti Raymuna, menyampaikan bahwa pembayaran TPP ASN tidak bisa direalisasikan karena keterbatasan kas daerah. Namun di saat ASN dari organisasi perangkat daerah (OPD) lain tidak menerima TPP, Dinas Kesehatan justru mencatat realisasi pembayaran hingga miliaran rupiah.
Pertanyaan lain juga muncul terkait sumber dana yang digunakan. Dugaan sementara mengarah pada penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola puskesmas. Dana ini sejatinya hanya boleh dipakai untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2022. Tidak ada aturan yang membolehkan penggunaan dana tersebut untuk belanja pegawai.
Apabila dana kapitasi dialihkan untuk pembayaran TPP, hal itu berpotensi melanggar regulasi keuangan daerah maupun aturan khusus di sektor kesehatan. Namun hingga saat ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Buton belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan tersebut.
Safarudin menegaskan bahwa pihaknya akan berkoordinasi lebih dulu dengan Bupati Buton sebelum memberikan keterangan kepada media.
“Nanti setelah saya laporkan ke Pak Bupati, baru saya bisa menjawab,” katanya. (Adm)