DPRD Buton Sahkan Raperda Pertanggungjawaban APBD 2024 di Kendari, Satu Anggota Ogah Hadir karena Tak Dapat Surat Tugas

Suasana rapat paripurna DPRD Buton dalam rangka pengesahan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 yang digelar di Hotel Athaya, Kendari, Kamis (31 Juli 2025) malam. Tampak Bupati Buton bersama unsur pimpinan DPRD hadir dalam sidan

Surumba.com - DPRD Kabupaten Buton resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 menjadi Peraturan Daerah (Perda). Paripurna pengesahan ini dilaksanakan di luar daerah, tepatnya di Hotel Athaya, Kota Kendari, Kamis malam (31 Juli 2025).

Ketua DPRD Buton, Mararusli Sihaji, mengatakan bahwa paripurna tersebut dihadiri 19 dari total 25 anggota dewan, termasuk tiga unsur pimpinan, sehingga sudah memenuhi syarat kuorum.

“Enam anggota lainnya tidak hadir karena sedang menjalankan tugas di daerah lain. Hanya satu, Rahman, yang tidak ikut ke Kendari dan tetap berada di Buton,” ujar Mararusli ketika dikonfirmasi, Jumat (1 Agustus 2025). 

Foto bersama anggota DPRD Buton bersama Bupati dan jajaran setelah paripurna pengesahan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 yang digelar di Hotel Athaya, Kota Kendari.

Sementara itu, Anggota DPRD Buton, Rahman, memberikan penjelasan terkait ketidakhadirannya dalam rapat paripurna pengesahan Raperda di Kendari. Ia mengaku sebenarnya ingin hadir jika prosesnya berjalan sesuai ketentuan.

“Saya ingin sekali hadir dalam rapat, di mana pun lokasinya, selama pelaksanaannya sesuai aturan yang berlaku,” kata Rahman saat dikonfirmasi.

Menurutnya, paripurna Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) atau pertanggungjawaban APBD semestinya dilaksanakan di wilayah Kabupaten Buton, baik di kantor DPRD maupun tempat lain yang masih dalam batas administratif daerah. Hal ini penting agar asas transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik tetap terjaga.

“Setahu saya, paripurna LKPD harus memenuhi unsur transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Maka undangannya pun wajib disampaikan secara terbuka, adil, dan proporsional kepada semua pihak, termasuk anggota DPRD, Forkopimda, masyarakat, dan pers,” jelasnya.

Ia menambahkan, ketika paripurna telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah (Bamus), maka Sekretariat DPRD seharusnya segera mengirim undangan resmi yang ditandatangani oleh unsur pimpinan DPRD. Undangan itu juga ditujukan kepada bupati. Jika bupati atau wakilnya berhalangan hadir karena alasan konstitusional atau urgensi lainnya, maka seharusnya melayangkan surat resmi yang berisi alasan ketidakhadiran tersebut.

“Berdasarkan surat itu, pimpinan DPRD bisa menunda atau memindahkan jadwal dan lokasi rapat. Jika diputuskan tetap dilakukan di luar daerah, maka setiap anggota DPRD wajib menerima dua dokumen yaitu surat undangan dan surat tugas resmi,” jelasnya lagi.

Namun, dalam paripurna kali ini, Rahman menyebut dirinya tidak menerima surat tugas untuk menghadiri rapat di Kendari.

“Karena saya tidak menerima surat tugas, saya merasa tidak memiliki dasar hukum atau legal standing untuk hadir di paripurna tersebut. Saya juga tidak tahu apakah anggota lainnya menerima atau tidak. Tapi kalau hanya sebagian yang dapat surat tugas, maka ini bisa dikatakan tidak proporsional,” tegasnya.

Rahman bahkan menilai mekanisme pemberian surat tugas yang tidak merata ini berpotensi mencerminkan perlakuan yang diskriminatif.

“Kalau saya saja tidak terima surat tugas, sementara yang lain bisa ikut, maka patut dipertanyakan apakah proses penyebaran undangan dan surat tugas ini sudah dilakukan secara transparan dan adil,” tandasnya. (Adm)

Bagikan:

POPULER

RDP Soal Efisiensi APBD 2025, DPRD Buton Skors Rapat karena Data Tak Kunjung Diserahkan Adm 28-07-2025 | 13:00PM