Oleh: Lamadi de Lamato, SE, MBA
Direktur Buton Action Network, Amerika Serikat
Presiden Soekarno punya banyak julukan di Indonesia maupun dunia. Ketokohan sang proklamator kemerdekaan ini, memang tdk perlu diragukan lagi.
Ketokohannya itu melahirkan sosoknya jadi cerita mitos di masyarakat luas. Mitos-mitos tentang Sukarno bertebaran dalam berbagai versi. Khusus dikalangan orang Buton, Sukarno bak dewa yang di agung-agungkan.
Soekarno Orang Buton?
Cerita tentang Soekarno dengan Buton sudah saya dapatkan sejak kecil. Kalimat bahwa Sukarno keturunan orang Buton, yang sangat sakti itu mengantar masa kecil saya begitu bangga dengan ayah dari Ibu Megawati Sukarno Putri dengan cucu Puan Maharani itu.
Kebanggaan itu saya peroleh lewat cerita bukan melalui bacaan-bacaan referensi ilmiah. Masa kecil itu ternyata masih berlanjut hingga sekarang. Beberapa saat lalu, sumber-sumber tentang Buton dan Sukarno itu kembali saya dapatkan di internet.
Debat bahwa Sukarno orang Buton bertebaran di media internet. Anehnya perdebatan itu mentok di bukti. Jika Megawati Sukarno Putri dan turunannya pernah menyebut kata ayahnya orang Buton, maka kebanggaan masa kecil saya tidak keliru.
Masalahnya bukti itu hingga detik ini tidak ada. Jika membaca sejarah maka kelahiran Sukarno sangat jelas. Ia orang Indonesia yang berasal dari moyang orang Bali dan Jawa. Kendati sudah tahu, masih saja ada narasi Buton dengan Bali.
Di cerita itu, Sukarno konon lahir dari laki-laki Buton yang menikah dengan wanita Bali. Darah Sukarno terus "dikejar" seolah-olah ada titisan darah Buton. Kisah seperti ini wajar tapp terlalu berlebihan di era modern.
Sukarno masih saja di tahbiskan sebagai orang Buton. Akibatnya Sukarno pun jadi mitos dikalangan orang Buton. Bagi yang awam, mitos ini akan membunuh kesadaran kritis orang Buton menjadi bangsa yang statis, tidak kritis dan hidup dalam dunia sejarah orang lain.
Sukarno Bukan Orang Buton
Sejarah yang mengaitkan Sukarno sebagai orang Buton tidak berdasar sama sekali. Di Papua, Sukarno adalah Presiden yang memasukan Papua dalam wilayah NKRI. Org Buton yang sudah ada di Papua sejak abad 16, pun merasa diri Sukarnois.
Sikap org Buton itu tidak salah. Yang jadi masalah, sampai kapan kita jadi bangsa yang hidup dalam bayang-bayang Sukarnois. Merasa diri turunan dari Sukarno yang berdarah Buton kita pun tidak kritis dengan keadaan hidup saat ini.
Banyak orang Buton yang terdaftar sebagai veteran Irian Barat yang kini mereka sudah sepuh. Beruntung ayah saya tidak masuk sebagai veteran walau ia masuk Papua tahun 1959-an atau Papua masih belum dalam NKRI.
Yang selalu jadi pertanyaan, betulkah orang Buton punya andil dalam memasukan Papua dalam NKRI? Saya mulai ragu bila orang Buton punya andil besar. Kalaupun ada sifatnya perseorangan.
Kontribusi Bangsa Buton di Papua
Andil orang Buton dalam NKRI untuk Papua satu-satunya yang saya lihat adalah Tete Saleh Digul. Di kampung saya tete ini punya foto bersama Sukarno yang ia pajang di rumahnya. Tapi apa yang dirasakan tete ini?
Anak cucunya hidup "susah" bahkan tergusur di kampung perantauan. Saat saya berkunjung ke Boven Digul, yang jadi tempat pembuangan Muhammad Hatta, Sukarno dan tokoh-tokoh pejuang NKRI lain, jejak orang Buton tidak ada sama sekali.
Saya membaca nama-nama tokoh-tokoh yang gugur dalam prasasti dikuburan makam pahlawan tidak ada satupun nama orang Buton. Nama yang terukir dari Jawa, Sulut, Ternate dan sebagainya.
Ini sangat berbeda dengan kontribusi orang Buton awal-awal Papua belum dalam NKRI. Bahkan orang Buton sudah ada sejak negeri itu masih hutan belantara yang menakutkan untuk dikunjungi dunia luar. Di era ini, jejak orang Buton berlimpah ruah.
Sejarah Kesultanan Buton, Jejak dan Kebesarannya
Jika di era NKRI, Buton sulit ditemukan jejak-jejaknya, maka beda di era Kesultanan Buton. Masa keemasan Buton pada abad XVI saat Buton membangun perjanjian kongsi dengan Belanda.
Buton saat itu berjanji setia dengan Belanda. Buton memperoleh jaminan keamanan wilayah ditandai dengan pemberian meriam dan menempatkan beberapa pasukan Belanda menjaga teritori Buton dari gangguan Ternate dan Goa, Makassar dan sebagainya.
Kejayaan Buton ini sampai di negeri perantauan khusus bagian Timur. Kesultanan Buton memberi garansi ke Belanda bahwa banyak warganya yang hidup di Maluku, NTT dan Papua dan Marege (PNG dan Australia).
Bila mereka tidak membantu Belanda, saya akan pulangkan mereka semua. Pernyataan ini sangat menarik. Makanya kontribusi orang Buton di Papua (& wilayah Timur) pada abad 16, 17, 18, 19 hingga 20 begitu banyak.
Orang Buton membawa tekhnologi perdagangan ke Papua abad XVI, tekhnologi pertanian abad 17, membawa misi toleransi abad 18 dan sebagainya.
Khusus misi toleransi, Buton ikut membawa Ottow dan Geissler dengan perahu masuk Mansinam dalam penyebaran kristen. Jika baca perjanjian Buton-Belanda, ada satu pasal toleransi yang ikut disetujui Sultan Buton.
Dari jejak-jejak ini, saya jadi sadar kenapa orang Buton pada masa-masa berada dalam NKRI cenderung terpinggir dan diabaikan. Mitologi Sukarno yang ada dalam alam pikiran orang Buton sengaja dibangun dan diciptakan.
Apa yang terjadi? Orang Buton hidup dalam dunia mengawang-ngawang dengan sejarah orang lain yang salah.
Buton merasa Indonesia tapi ternyata mereka tergusur, terabaikan dan terombang-ambing seperti buih di lautan. Mari kt belajar dari sejarah sendiri agar kita tidak terpenjara dalam mitologi orang lain.