Carut Marut APBD Buton, Abdul Zainudin Napa: Dosa Warisan Pemerintahan Masa Lalu

Abdul Zainudin Napa

SURUMBA.com - Keterlambatan pembayaran Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) dan pemotongan Dana Desa di Kabupaten Buton memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat dan aparatur. Menyikapi persoalan ini, Abdul Zainudin Napa menyebut bahwa masalah ini bukan semata kesalahan pemerintahan saat ini, melainkan merupakan "dosa warisan" dari pemerintahan terdahulu yang mewariskan kebijakan keuangan yang buruk.

Zainudin menyatakan bahwa pemerintahan sekarang berada dalam "perangkap" yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya, terutama terkait pinjaman besar yang diambil untuk membangun infrastruktur. 

"Ironisnya, infrastruktur yang dibangun dengan dana pinjaman tersebut kini banyak yang mangkrak. Jalan, gedung, dan proyek-proyek lain  tak kunjung selesai," ujar mantan Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Buton itu. 

Menurut pensiunan ASN ini, pinjaman yang seharusnya difokuskan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, baik jangka pendek maupun panjang, justru berdampak pada rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan besarnya beban pembayaran bunga serta cicilan utang. 

"Sumber dana utama seperti Dana Alokasi Umum (DAU) kini lebih banyak dialokasikan untuk pembayaran utang, bukan untuk pembangunan ekonomi atau pelayanan publik," ucapnya.

Zainudin juga menyoroti budaya politik transaksional yang berkembang di Buton, terutama saat  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). "Banyak elite politik menggunakan pendekatan uang untuk meraih suara, tanpa gagasan atau visi yang kuat. Akibatnya, setelah terpilih, mereka lebih fokus mencari cara mengembalikan biaya kampanye mereka, bahkan mencari keuntungan pribadi," tegasnya.

Lebih lanjut, Zainudin mengungkapkan bahwa sistem politik transaksional ini telah merusak nilai-nilai pembangunan. "Dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pelayanan publik justru dipakai untuk kegiatan yang menguntungkan segelintir pihak," katanya.

Dia juga mengingatkan bahwa masalah ini perlu segera ditangani dengan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. 

"Momentum Pilkada 2024 harus menjadi titik balik. Masyarakat perlu memilih pemimpin berdasarkan gagasan dan program yang jelas, bukan karena transaksi uang," jelas Zainudin.

Menurutnya, jika politik transaksional ini tidak dihentikan, daerah akan terus menjadi korban. "Hak-hak masyarakat akan terus tergerus, dan pembangunan yang mereka harapkan hanya akan menjadi angan-angan," pungkasnya.

Masalah ini, kata Zainudin, harus menjadi refleksi bagi masyarakat Buton agar lebih kritis dalam memilih pemimpin. 

"Sudah saatnya kita mengakhiri lingkaran politik transaksional yang hanya menguntungkan segelintir orang, dan mulai membangun masa depan daerah dengan politik gagasan," tutupnya. (Adm)

Bagikan:

POPULER

Lubang Lama, Dalih Baru: TPP ASN Buton Dua Tahun Berturut Jadi Korban Adm 05-06-2025 | 11:39AM