SURUMBA.com - Dinas Pendidikan Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, menjadi bulan-bulanan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Buton dan lima Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diantaranya PICA Kepton dan Armada Buton Action karena diduga mempihak ketigakan proyek mobiler Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan tahun 2019.
Dalam rapat dengar pendapat di Kantor DPRD Buton, Jumat (Agustus 14, 2020), Dinas Pendidikan "babak belur" setelah dicecar dengan banyak pertanyaan. Mulai dari persoalan pengadaan mobiler, tekanan kepada kepala sekolah, masalah mutu pendidikan, hingga pemutasian kepala sekolah tak mampu mereka tangkis.
Terselenggaranya rapat dengar pendapat ini bermula dari hasil investigasi LSM pada sejumlah sekolah yang mana proyek swakelola DAK tahun 2019 diduga dipihak ketigakan pengadaan mobilernya. Bahkan ada beberapa sekolah salah satunya SD di Desa Gunung Jaya hingga dengan awal Agustus 2020 belum ada mobilernya. Padahal dalam RAB jelas tertera untuk diadakan.
"Berdasarkan hasil investigasi dan temuan yang kami dapatkan, kami menduga khususnya pengeleloaan swakelola DAK Dinas Pendidikan Kabupaten Buton dalam hal pengadaan mobiler kami menduga ini disatu pintukan. Kami menduga ini dipihak ketigakan. Kenapa, kami menemukan beberapa sekolah yang mana paling fatal itu ada di SD Gunung Jaya. Di sana dalam RKB untuk ruang guru, itu ada beberapa item yang harus diadakan seperti meja guru, kursi guru, papan platik, papan informasi, kursi sofa, lemari, tetapi pada kenyataanya pada saat kami hadir beberapa waktu lalu itu tidak ada sama sekali," kata Ketua PICA Kepton, Idrus Jumu, mengawali pandangannya dalam rapat dengar pendapat.
Ironinya, menurut Idrus, mobiler yang tadinya tak ada tersebut, kemarin pagi, Jumat (Agustus 14, 2020), setelah dikroscek kembali sudah diadakan. Hanya saja lemari yang harusnya dua buah, baru satu buah yang direalisasikan. Dan lucunya lagi, kepala sekolah SD di Gunung Jaya itu tidak mengetahui kapan barang-barang tersebut diantar.
"Ini miris sekali, sektor pendidikan yang harusnya menjadikan daerah ini punya daya saing dan kualitas lebih bagus dijadikan seperti ini. Persoalan ini menurut kami sangat kursial. Apakah ini diketahui Dinas Pendidikan atau tidak, tapi berdasarkan investigasi kami, kami menduga semua ini tidak luput dari Dinas Pendidikan Kabupaten Buton," ucapnya.
Ketua Armada Buton Action, Ihsan menambahkan, persoalan yang terjadi seperti ini tentu sangat berdampak pada loyalitas kapabilitas semangat guru dalam menyalurkan ilmu kepada siswa. Sebab, fasilitas yang harusnya ada tidak tersedia. Olehnya, pihaknya berhadap kepada DPRD Buton agar meluruskan kejadian ini supaya tidak terulang di tahun-tahun berikutnya.
Menanyikapi ini, Wakil Ketua DPRD Buton, La Ode Rafiun, selaku pimpinan rapat mengatakan, bagaimana mungkin hal tesebut bisa terjadi sementara sudah dilakukan serah terima pertama atau provisional hand over (PHO). Artinya, bila suatu pekerjaan telah diterima tim PHO berarti dianggap sudah tidak ada bermasalah. Namun untuk lebih jelasnya dia mempersilahkan Dinas Pendidikan yang menanggapi.
Dinas Pendidikan Terkesan "Cuci Tangan"
Mewakili Kepala Dinas Pendidikan, Harmin, Sekretaris Dinas Pendidikan, La Naji mengatakan, pihaknya sangat bersyukur atas masukan yang diberikan. Namun bagaimana gambaran umum pengelolaan DAK dia lempar bola kepada Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Nanang Lakaungge, untuk menjelaskan.
Setelah dipersilahkan, Nanang menuturkan, adanya temuan atau indikasi bahwa pengadaan mobiler dikerjakan pihak ketiga itu diluar tanggung jawab pihaknya. Sebab pengelolaan DAK selama ini sudah mengacu pada petunjuk teknis yang ada. Jika di lapangan didapatkan kasus demikian, berarti merupakan urusan kepala sekolah dengan mitra atau pihak ketiga.
Sebagai gambaran, lanjut dia, pelaksaan DAK tahun 2019 dimulai sudah hampir memasuki Oktorber. Total kegiatan fisik ketika itu sebanyak 154 kegiatan yang di dalamnya sudah termasuk mobiler dan sebagainya.
"Itu dilaksanakan kurang lebih 120 hari kalender. Makanya kemarin itu kita PHO sudah hampir menyeberang tahun. Bahkan malam tahun baru itu kita masih melakukan pencairan, dan alhamdulillah kita masih bisa lakukan sesuai dengan tahapan walaupun memang kita dikejar waktu yang cukup mepet".
"Ketika disampaikan bahwa ada indikasi dan sebagainya, kami pada prinsipnya itu di luar kemampuan kami. Dan terkait informasi tadi, kami juga sangat berterima kasih bahwa apa yang disampaikan itu merupakan hal yang menurut kami sangat positif untuk kegiatan yang di 2020 ini kita akan laksanakan dengan baik. Harapan kami bahwa masukan maupun saran serta informasi-informasi terkait kegiatan kami di lapangan yang apabila terdapat hal-hal yang belum maksimal sangat kami harapkan walapun mungkin dengan keterbatasan yang kami hadapi," ucap Nanang.
Setelah panjang lebar menjelaskan, Ketua DPRD Buton, Hariasi, kemudian menanggapi. Menurutnya, apa yang disampaikan pihak LSM sangat besar kemungkinan terjadinya. Sebab, pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan sudah menjadi persoalan klasik karena bukan baru kali ini terjadi. Regulasi pelaksanaannya memang diikuti secara defakto, tapi prakteknya kemudian sebagaimana yang menjadi temuan LSM. Bahkan dia mendengar kabar bahwa mobiler sekolah tahun ini sudah ada yang mengerjakan padahal anggarannya belum masuk.
"Kalau kita bicara mobiler, tahun ini saja anggarannya belum masuk sudah dikerjakan itu mobilernya. Saya yakin sekali kalau Dinas Pendidikan pasti tau itu, ini pasti ada permainan-permainan dari luar yang masuk ke dinas. Kalau ini terus berlangsung DPRD akan membentuk pansus," ancamnya.
Menurut Hariasi, jika persoalan DAK ini menjadi konsumsi pihak penegak hukum, maka yang terjadi bisa hancur daerah. Sebab, termasuk WTP akan dipertanyakan.
"WTP sudah ada, lalu ada temuan seperti itu. Yang hancur apa, ya daerah. Sementara kalau kita tidak dapat WTP, kita tidak dapat DID. Hari Selasa kita mau ambil LKPJ (Bupati Buton tahun 2019) untuk kita paripurna. Tapi bagaimana kita mau paripurna kalau kursinya saja belum cukup. Kalau kita kemudian mau sepakati paripurna LKPJ kan lucu itu. Sama namanya teman-teman menjebak kami di DPRD. Kenapa, secara tidak langusng kami sudah memberikan legitimasi di situ," ujarnya.
Masih banyak lagi yang menjadi kekesalan Hariasi dalam rapat dengar pendapat ini. Namun fokus penulis hanya pada soal mobiler.
Selain Hariasi, anggota DRPD Buton, Hanafi, juga tak luput menanggapi. Baginya, masalah mobiler tahun 2019 cukup membingungkan. Dia mempertanyakan cara pertanggung jawabannya hingga dana bisa cair 100 persen sementara barangnya tidak ada. Sebab, pencairan 100 persen biasanya baru bisa cair setelah tim PHO melakukan pemeriksaan terkait kelayakan dan kelengkapan pekerjaan. "Tapi saya tidak tau kalau mungkin yang turun PHO itu mereka pemain bayaran semua. Nah kalau pemain bayaran pasti akan jadi saja semua," sentilnya.
"Kalau menurut pendapat saya, ini sudah bisa masuk ke ranah hukum karena pertanggung jawaban tidak ada, fiktif ini. Kalaupun dia adakan sekarang, itu sudah di luar ketentuan karena sudah melewati kontrak 90 hari kalender yang dia tanda tangani".
"Ini sistim yang dilakukan kalau benar ada cerita satu pintu, itu mutu dari mobiler jelas akan jelek karena dia pasti cari yang murah, dia cari yang paling gampangnya," sambung Hanafi.
Harusnya, kata dia, masing-masing sekolah alangkah lebih baiknya jika mempekerjakan tukang-tukang mobiler yang ada di desa/kelurahan sekolah berdiri. Cara ini juga termasuk pemberdayaan untuk mensejahterahkan kehidupan ekonomi masyarakat. "Tetapi kalau dikumpul satu orang ya sudah, yang kaya makin kaya yang miskin tambah miskin".
Anggota DRPD Buton lain dari Partai Gerindra, Maulana, tak mau kalah dengan Hanafi. Menurutnya, persoalan seperti bisa terjadi karena jabatan kepala sekolah dijadikan sebagai jabatan politik dan bisnis. Kepala sekolah yang didapat diatur dipertahankan sementara yang sedikit melawan dicopot. Pada akhirnya yang terjadi adalah menempatkan seseorang bukan pada tempatnya.
"Kalau dalam mengelola DAK susah diatur, maka digantilah dia baru ditempatkan orang penurut walaupun pada kenyataannya dia tidak pandai," kata Maulana.
Untuk itu, dia sudah tidak berselera lagi untuk menyoroti Dinas Pendidikan secara langsung. Sebab masalah yang terjadi dalam instansi ini sudah terlalu banyak. Fokusnya kemudian ditujukan kepada Sekda Buton, LM Zilfar Djafar, agar mengontrol bawahannya supaya Buton menjadi lebih baik.
"Jadi Pak Sekda,saya sudah tidak mau sebenarnya menyoroti dinas pendidikan ini. Karena mereka ini sudah pada titik nadi begitu, sudah banyak sekali persoalan yang mereka hadapi. Jadi saya mau ke atasnya saja sama Pak Sekda karena mereka ini andaikan dikontrol dari atasannya pasti tidak akan terjadi seperti ini," pintanya.
Setelah bergantian mencerca Dinas Pendidikan baik dari Anggota DPRD Buton maupun pihak LSM, La Ode Rafiun selaku pimpinan rapat kemudian mengambil alih. Sebelum menyimpulkan hasil rapat dengar pendapat, dia bertanya lagi kepada Dinas Pendidikan perihal mekanisme PHO.
"Sedikit saya mau tanya sama Dinas Pendidikan, PHO yang berwenang itu dari dinas atau kepala sekolah"?
Nanang Lakaungge menjawab, "PHO itu adalah tim yang ditunjuk pihak dinas".
Rafiun melanjutkan, "Kalau tim yang ditunjuk pihak dinas, kenapa ada temuan seperti yang ditemukan pihak LSM. Olehnya itu, DPRD meminta agar data penerima DAK segera diserahkan ke DPRD sebelum kita memutuskan laporan pertanggung jawaban bupati, itu yang pertama. Kedua, PHO ditunjuk dinas pendidikan kenapa ada satu sekolah yang belum dibawah mobilernya tapi 100 persen anggarannya dicairkan semua"?
Rafiun menganggap bahwa tidak adanya temuan dalam proses PHO karena memang Dinas Pendidikan yang mengarahkan. "Setelah itu mau menyalahkan lagi kepala sekolah karena ini swakelola, mau cuci tangan dan kepala sekolah yang dikorbankan semntara tekanan dari kamorang. Jangan sampai pemutasian kepala sekolah selama ini ada hubungannya dengan DAK ini. Jangan memaksa DPRD untuk melakukan pansus," ancam Rafiun.
Hingga dengan rapat berakhir tidak ada tanggapan dari Dinas Pendidikan yang memuaskan peserta rapat. Sekda Buton turut hadir hanya mengatakan bahwa apa yang disampaikan merupakan masukan positif dan menjadi bahan evaluasi ke depan.
"Dan satu hal yang paling penting kalau memang kita sepakat untuk meningkatkan mutu pendidikan termasuk pengelolaan keuangan, saya kira kita butuh kerja sama semua elemen. Saya memohon Dinas Pendidikan, saya kira ini merupakan masukan. Tolong diperhatikan betul-betul apa yang disampaikan oleh teman-teman kita," pintanya.
Rapat pun kemudian berakhir dengan kesimpulan:
- Dalam pengelolaan DAK, DPRD mengharapkan agar pelaksanaannya disesuikan dengan Juknis.
- Untuk mendapatkan mutu dan kualitas DAK, DPRD menegaskan kepada Dinas Pendidikan agar diberikan kemandirian kepada para kepala sekolah untuk melakukan pengelolaan DAK tanpa ada campur tangan atau tekanan dari Dinas Pendidikan.
- Dinas Pendidikan memerintahkan kepala sekolah agar tidak mempihak ketigakan kegiatan DAK karena tidak akan sesuai dengan Juknis.
- Agar pengerjaan DAK lebih berkualitas di tahun 2020, maka DPRD menyampaikan kepada LSM lima lembaga yang menemukan ketimpangan pelaksanaan DAK tahun 2019 untuk memantau, memonitoring, mengawal sesuai dengan kewenangann LSM agar bisa lebih berkualitas dalam pelaksanaan DAK Kabupaten Buton yang dimaksud.
- DPRD memnta data secara tertulis, DAK 2019 dan DAK 2020 supaya menjadi perbandingan.
- Mengenai DAK mobiler yang ada di Dinas Pendidikan, DPRD menyarankan agar para kepala sekolah memberdayakan tukang mobiler di mana sekolah berada.
- Dari 6 kesimpulan tersebut bila tidak mampu direalisasikan Dinas Pendidikan maka DPRD akan menjadwalkan rapat dengar pendapat bersama kepala sekolah yang mendapat DAK.
- Bilamana kejadian tahun 2019 terulang kembali maka DPRD akan membentuk pansus untuk melihat letak masalah yang ada di Dinas Pendidikan. (man)