Inprosedural, Usulan Pemberhentian Pj Bupati Buton Mainan Oknum?

Ilustrasi. (Ist)

SURUMBA.com - Surat usulan pemberhantian Pj Bupati Buton kepada Mendagri dianggap tidak sesuai prosedur oleh beberapa anggota DPRD Buton. 

Bahkan berani dikatakan ilegal karena cara pengambilan keputusannya seperti dihasilkan dari diskusi di warung kopi. Padahal DPRD Buton merupakan lembaga resmi negara yang mana setiap pengambilan keputusan harus dibahas bersama sesuai aturan yang telah ditetapkan. 

Beberapa anggota DPRD Buton mengaku, selama ini tidak pernah melakukan rapat untuk membahas saran pergantian Pj Bupati Buton baik itu dalam fraksi internal, komisi, maupun gabungan komisi. 

Jadi apa yang sudah diusul ke Mendagri dianggap permainan oknum semata yang mengatasnamakan lembaga DPRD Buton. 

Untuk lebih jelasnya, berikut hasil wawancara dengan sejumlah Anggota DPRD Buton: 

1. Salad Hariasi: Pemberhentian Pj Bupati Bukan Kewenangan DPRD

Anggota DPRD Buton, Hariasi Salad, saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu menahu akan adanya kunjungan pemberhentian Pj Bupati Buton ke Kemendagri. Sebab selama ini dia merasa tidak pernah mendapat undangan rapat perihal itu. 

Dia mejelaskan, jalur pemilihan keputan di DPRD Buton sudah diatur regulasinya. Ada tata tertib dan kode etiknya juga. Jadi kalau ada keputusan yang mengatasnamakan lembaga, maka prosesnya harus melewati regulasi itu.

“Kalau mengatasnamakan Fraksi Karya Perjuangan Indonesia Raya, apakah mereka pernah melakukan rapat dengan teman-teman partai lain untuk kemudian dijadikan keputusan fraksi”.

"Begitu juga dengan komisi. Tidak boleh toh kemudian ketua komisi itu, ketua fraksi, tidak melakukan rapat secara internal baru mengambil keputusan atas nama komisi". 

"Ini saya bicara sesuai aturan ya. Umpama Fraksi Karya Perjuangan Indonesia Raya, itu gabungan dari Golkar, PDIP dan Gerindra. Nah sekarang kita tanya Partai PDIP atau Partai Gerindra, perna nda mereka melakukan rapat dengan Golkar untuk mengambil fraksi. Kan tidak," ucap Hariasi. 

Hariasi mengaku, selama ini tidak pernah ada undangan rapat atau rapat tanpa undangan untuk membahas saran pemberhantian Pj Bupati Buton. Yang dilakukan dalam kurang lebih satu bulan terakhir hanya kunjungan kerja (Kunker), Reses, pengajuan aset, RDP, dan buka tutup sidang. 

"Proses pergantian saya kan baru satu bulan lebih. Nah satu bulan lebih itu kalau dikurangi Kunker, dikurangi Reses, maka kita masuk kantor baru hampir kurang lebih dua minggu. Kalau kurang lagi hari libur maka berarti baru 10 hari berkantor. Yang ada itu kemarin baru undangan pengajuan aset, RDP, kemudian yang terakhir kemarin buka tutup sidang. Hanya itu yang kami terima suratnya," tulisnya. 

"Tapi menurut saya, saya kira pimpinan DPRD Buton maupun pimpinan komisi paham aturan dan tatap tampang DRPD bahwa pemberhentian Pj itu tidak ada sedikitpun kewenangan DPRD. Mengusulkan juga keliru kecuali melalui dasar-dasar yang benar," sambung Hariasi. 

Sebagai anggota DPRD Buton, Hariasi menjelaskan, kalau pun ada pemberhentian Pj Bupati Buton, itu harus dilakukan melalui prosedur yang jelas. 

Kalau kondusifitas daerah yang mau dijadikan alasan, maka yang lebih tau hal tersebut bukan DPRD Buton melainkan aparat Kepolisian dan TNI.  

DPRD itu lanjut Hariasi, hanya ada tiga tugas dan fungsinya yakni legisilasi, pengamanan, dan pengawasan. Sejauh ini belum ada mandat tambahan seperti tidak kondusifnya suatu daerah. 

“Kalau mau berdasarkan aspirasi masyarakat, masyarakat mana yang kami wakili. Sampai hari ini belum pernah ada masyarakat datang ke kami yang mengusulkan menolak Pak Pj,” ujarnya. 

"Tapi saya yakin pimpinan DPRD Buton, ketua fraksi dan kelengkapan alat mereka paham aturan. Tidak akan mereka lakukan itu karena saya tahu mereka paham aturan," imbuhnya. 

Selain itu, Hariasi juga menambahkan bahwa harusnya Pj Bupati Buton tidak perlu mengusulkan pemberhentiannya. Sebab kinerjanya selalu dievaluasi oleh Kemendagri setiap tiga bulan. Kalau berbuat buruk maka tanpa diminta pun akan diganti. 

"Kemendagri melakukan evaluasi kinerja Pj Bupati Buton setiap tiga bulan. Jadi tanpa usulan pun sudah pasti diganti kalau kinerjanya tidak bagus". 

"Kemudian tentang apakah diperpanjang atau tidaknya Pj Bupati Buton, itu juga menjadi kewenangan pusat dalam hal ini Kemendagri," tutupnya. 

2. La Subu: "Kalau Saya Pikirnya Itu Ilegal"

Senada dengan Hariasi Salad, Anggota DPRD Buton lain, La Subu, juga mengaku selama ini tidak pernah mendapat undangan untuk membahas pengusulan pergantian Pj Bupati Buton. 

"Jangankan rapat, undangan rapat saja saya tidak ada," katanya. 

Begitu pula dengan rapat di komisi internal dan fraksi. La Subu mengaku tidak pernah ada. Adanya penolakan pemberhentian Pj Bupati Buton ke Mendagri baru diketahuinya setelah membaca berita. 

La Subu mengaku, jika ada tamasya seperti itu harus dibahasa secara bersama terlebih dahulu. 25 Anggota DPRD Buton wajib diundangkan karena ini menyangkut pengambilan keputusan yang paling penting. 

"25 anggota DPRD wajib diundang. Persoal mau hadir atau tidak, itu masalah lain. Tapi secara administrasi harus di undang dalam bentuk apapun juga kegiatan yang ada di DPRD," jelasnya. 

"Jadi kalau menurut saya itu ilegal. Hanya mengatasnamakan lembaga tapi tidak prosedural. Bagi saya itu mal administrasi, karena tuntutan itu harus dilaksanakan tahapannya kalau betul-betul menginginkan (pergantian Pj Bupati Buton)," tutup La Subu. 

3. Amsri: Karena Bukan Kelompok G20, Bukan Berarti Saya Tidak Boleh Tau

Anggota DPRD Buton lainnya, Amsri, juga mengaku heran dengan adanya wisata pemberhentian Pj Bupati Buton yang mengatasnamakan DPRD Buton. 

Menurutnya, apapun yang menjadi keputusan DPRD Buton harus disepakati melalui rapat terlebih dahulu. Apalagi sudah sampai tembus ke Mendagri. 

Namun hal tersebut, menurut Amsri, tidak pernah dilakukan. Padahal Amsri sendiri merupakan anggota Fraksi Karya Perjuangan Indonesia Raya dan juga Wakil Ketua Komisi III. 

"Semestinya apa yang dilakukan mereka itu harus mencapai kesepakatan rapat. Bukan berarti saya tidak masuk dalam kelompok G20, terus saya tidak terlibat," keluh Amsri. 

"Menyangkut masalah lembaga ini kan berkumpul kolegial. Jadi harus kita bicara dulu untuk memutuskan kesepakatan bersama. Tapi sampai hari ini apa yang dilakukan teman-teman untuk bersurat ke Kemendagri, di situ tanpa sepengetahuan saya sebagai Anggota DPRD". 

"Jadi dari segi keabsahan mereka sebenarnya tidak sah," tutup Amsri. 

4. Maulana: Saya Tidak Tahu

Senada dengan para anggota DPRD Buton lainnya, Maulana, ketika dikonfirmasi juga mengaku belum tahun dengan adanya usulan pergantian Bupati Buton ke Mendagri. 

"Saya tidak tahu," ujarnya. 

Termasuk apakah pernah ada rapat di internal fraksi dan komisi, dia tetap dengan pendiriannya bahwa tidak tahu. 

"Saya tidak pernah tahu," katanya. (Adm)

Bagikan:

ARTIKEL TERKAIT

POPULER

Pilkada Buton, Mandat Golkar Menunggu Hasil Survei Adm 15-05-2024 | 18:45PM