RDP Soal Efisiensi APBD 2025, DPRD Buton Skors Rapat karena Data Tak Kunjung Diserahkan

uasana rapat dengar pendapat antara DPRD Buton dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di ruang rapat DPRD, Senin (28 Juli 2025). Rapat membahas permintaan rincian efisiensi anggaran dalam APBD 2025.

Surumba.com - DPRD Buton menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Senin (28 Juli 2025). Rapat ini merupakan lanjutan dari serangkaian pertemuan sebelumnya yang membahas transparansi eksekutif terkait hasil efisiensi belanja dalam APBD Buton 2025.

Dari pihak eksekutif, hadir sejumlah perwakilan mulai dari Asisten II Setda Buton, Plt  Kepala BPKAD, perwakilan dari Bappeda, Inspektorat, serta Bagian Hukum. Sementara dari DPRD hadir tiga unsur pimpinan dan enam anggota lainnya.

Rapat ini digelar sebagai bentuk tindak lanjut dari dua surat resmi yang sebelumnya telah dilayangkan oleh DPRD kepada eksekutif. Surat tersebut berisi permintaan agar pihak TAPD memberikan rincian hasil efisiensi anggaran. Namun hingga RDP kali ini digelar, data tersebut belum kunjung diserahkan dalam bentuk yang lengkap dan terperinci.

Sebelumnya, DPRD sempat menerima dokumen efisiensi anggaran dalam bentuk rekapitulasi singkat satu lembar. Namun dokumen tersebut dinilai terlalu umum dan tidak mencerminkan detail dari pos-pos anggaran yang mengalami pengurangan maupun pemindahan alokasi. 

DPRD menginginkan dokumen yang menunjukkan secara spesifik pos mana saja yang telah dipangkas, jumlah pemotongannya, serta ke mana saja dana hasil efisiensi tersebut dialihkan.

Dalam laporan yang sempat diterima, tercatat bahwa anggaran pendidikan meningkat dari Rp251,96 miliar menjadi Rp258,51 miliar. Anggaran kesehatan naik dari Rp184,49 miliar menjadi Rp188,16 miliar. 

Alokasi untuk infrastruktur dan sanitasi, yang sebelumnya tidak ada, ditambahkan sebesar Rp11,79 miliar. Pengendalian inflasi tetap di angka Rp1,5 miliar, begitu pula dengan stabilisasi harga makanan dan minuman yang tetap di angka Rp77,13 juta. 

Anggaran untuk cadangan pangan juga muncul sebesar Rp50 juta, padahal sebelumnya tidak ada. Sementara itu, pos “prioritas lainnya” seperti kesejahteraan masyarakat, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari Rp61 juta menjadi Rp1,16 juta. Total efisiensi yang tercatat mencapai Rp23,14 miliar.

Namun hingga rapat ini digelar, dokumen rinci terkait efisiensi tersebut belum juga tersedia. Hal ini memunculkan kekesalan dari pihak DPRD yang menilai bahwa eksekutif tidak terbuka terhadap proses pengelolaan keuangan daerah. 

Ketidakhadiran data juga dianggap menghambat fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD.

Rapat juga mengungkap adanya ketidaksesuaian antara hasil telaah awal Bappeda dan realisasi efisiensi yang dilaporkan. 

Dalam telaah awal, efisiensi hanya sebesar Rp13 miliar. Namun kemudian, angka tersebut meningkat menjadi Rp23 miliar. Tambahan sebesar Rp10 miliar disebutkan oleh TAPD digunakan untuk membayar kewajiban Pemerintah Daerah terhadap pihak ketiga, dengan alasan kondisi kas daerah tidak mencukupi dan tidak adanya SilPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebagaimana yang direncanakan. 

Menurut keterangan, dari SilPA yang awalnya direncanakan sebesar Rp70 miliar, hasil audit BPK menunjukkan hanya tersisa sekitar Rp28 miliar.

Penggunaan dana efisiensi untuk pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga ini kemudian menjadi sorotan. 

Hal itu dinilai tidak logis karena APBD 2025 telah ditetapkan sejak September 2024, sementara kewajiban kepada pihak ketiga akibat keterlambatan pekerjaan proyek baru  tercatat pada 31 Desember 2024. 

Dengan demikian, secara aturan, pembayaran tersebut seharusnya tidak masuk dalam postur APBD 2025, apalagi melalui anggaran hasil efisiensi.

Rapat juga menyoroti distribusi pemotongan anggaran antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

DPRD Buton mencatat bahwa anggaran kelembagaan mereka dipangkas sebesar Rp6,5 miliar. Jika mengacu pada efisiensi sebesar Rp13 miliar, maka pemotongan anggaran DPRD mencakup 50 persen dari total efisiensi. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah efisiensi dilakukan secara proporsional di seluruh OPD atau hanya menyasar lembaga tertentu.

Dalam rapat tersebut, pihak TAPD menyampaikan bahwa sempat mengalami kendala dalam mengakses data karena sistem SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah) milik Kemendagri mengalami gangguan teknis. 

Salah satu alasan yang disebutkan adalah peristiwa duka yang menimpa tim pengembang SIPD sehingga sistem tidak berjalan optimal. Karena itu, TAPD menyatakan sedang berusaha menyusun data secara manual.

Pihak DPRD menanggapi bahwa waktu dua bulan yang telah berlalu seharusnya cukup untuk menyiapkan dokumen secara manual, terlepas dari adanya gangguan teknis. Alasan tersebut dinilai tidak memadai untuk menunda penyerahan data efisiensi kepada lembaga legislatif.

Hingga pukul 16.35 WITA, TAPD belum juga menyerahkan data rinci yang diminta. Rapat pun diskors dan menghasilkan tiga kesimpulan sementara. Pertama, DPRD meminta agar eksekutif menyerahkan rincian penjabaran efisiensi APBD 2025 paling lambat hari Rabu lusa. 

Kedua, efisiensi terhadap anggaran DPRD akan diidentifikasi ulang untuk memastikan anggaran wajib terkait pelaksanaan fungsi kedewanan tetap tersedia. Ketiga, DPRD meminta agar komunikasi dan koordinasi antara eksekutif dan legislatif diperbaiki, serta menekankan pentingnya menjalankan roda pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip keterbukaan dan peraturan perundang-undangan.

RDP lanjutan dijadwalkan kembali pada Rabu, 30 Juli 2025. (Adm)

Bagikan:

POPULER

RDP Soal Efisiensi APBD 2025, DPRD Buton Skors Rapat karena Data Tak Kunjung Diserahkan Adm 28-07-2025 | 13:00PM