Tak Pakai Masker Didenda, Bukti Kegagalan Penanganan Covid-19

Cendraman SS. (Foto: Ist)

Oleh: Cendrama SS
Ketua GP Ansor Buton

Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, kembali memperlihatkan kegagalan sejak angka positif Covid-19 meledek, 18 Juni 2020 lalu. Sekali terpapar 35 orang hingga Buton ditetapkan zona merah.

Rp33,3 miliar anggaran yang dikucurkan tidak menurunkan jumlah pasien positif. Justru makin menanjak menulari 82 orang pada 30 Juli 2020 (Sumber: Data Satgascovid19.sultra).

Bahkan data terakhir per 21 Agustus 2020, total pasien positif mencapai 127 orang. Suspek masih isolasi 1 orang, kasus positif masih isolasi 5 orang (Sumber: Data Satgascovid19.sultra). Angka ini mendahkan, Buton belum memasuki titik aman Covid-19. Masih tergolong zona merah meski di peta sebarannya tertanda kuning. Entah bagaimana penentuan status zona ini, yang jelas 127 positif bukanlah angka sedikit.

Sejak ditariknya sejumlah posko yang tersebar di titik-titik masuk Kabupaten Buton, pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dan Pramuka melakukan sosialisasi pencegahan Covid-19 di beberapa kecamatan. Penulis melihat secara langsung di dua kecamatan, Kecamatan Wabula dan Kecamatan Pasarwajo.

Apakah sosialisasi pencegahan tersebut efektif?, seperti apa ukuran evalusasi Dinas Kesehatan terhadap tingkat kesadaran masyarakat akan pencegahan Covid-19?. Sejauh ini, belum ada ukuran berbasis data riset yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Buton. Bagi penulis, pendekatan berbasis riset perlu dilakukan, mulai dari perilaku hidup sehat hingga kenormalan baru.

Kegagalan Pemda Buton

Sepanjang perjalanan penyebaran Covid-19 di Buton, kita belum mengetahui sejauh apa peran Pemda dalam memerangi Covid-19. Hal ini dapat dicermati dengan penarikan posko satgas Covid-19, sementara angka positif terus mengalami kenaikan, yang boleh dikatakan ini signifikan. Kenaikan angka positif Covid-19 semestinya ditekan hingga kurvanya berangsur turun.

Lalu, apa alasan yang mendasar terkait penarikan posko?. Jika Pemda berasumsi bahwa Buton dalam keadaan baik-baik saja, lalu apakah kita sedang mengabaikan fakta korban yang meninggal akibat Covid-19?. Ini perlu dijawab dalam konteks ilmiah. Jika memang Buton dalam kondisi baik-baik saja, maka data terupdate dari satgas Covid-19 Sultra harus terbantahkan.

Sementara, saat ini, aktivitas warga terus berada dalam kondisi tak terkendali sehingga penerapan kehidupan normal baru (seperti menggunakan masker saat berada di luar rumah, jarak sosial, dan sebagainya) tak berjalan dengan baik. Hal ini membuktikan sosialisasi Dinas Kesehatan gagal dalam pencegahan Covid-19.

Dinkes yang mengandalkan sosialisasi lewat brosur, pamflet yang di pajang dari rumah ke rumah, dan seterusnya, tak berdampak luas. Alih-alih terus mengkampanyekan dan mendorong masyarakat agar tetap melaksanakan protokol kesehatan, justru tempat keramaian kembali ramai-lancar sepertis sedia kala, seolah tidak sedang terjadi apa-apa.

Apa Penyebabnya?. Menurut hemat penulis, ini persoalan pengelolaan informasi mulai dari status zona penyebaran Covid-19 hingga evaluasi pencegahan Covid-19 dan penguatan sosialisasi oleh tim Gugus Tugas Buton selama ini. Dengan anggaran yang cukup besar Rp33,3 Miliar, juga ternyata tak mampu menekan angka penyebaran Covid-19.

Pentingnya pengelolaan informasi Covid-19 oleh Pemda dapat meyakinkan masyarakat terhadap keberadaan dan bahaya Covid-19, juga dapat mendorong masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Sebab, masyarakat berangsur tidak meyakini adanya Covid-19.

Kepengurusan rapid test tidak lagi berorientasi mendeteksi Covid-19 melainkan untuk kelengkapan berkas perjalanan ke luar kota, tak heran jika kemudian ada anggapan rapid tes dikapitalisasi, dengan harga Rp250 ribu sekali rapid test bukanlah harga yang relatif murah. Beruntungnya, Buton memberikan pelayanan gratis. Ini kabar baik bagi perantau.

Kita harus mejaga diri masing-masing di saat Pemda lengah dalam menangani Covid-19. Buktinya, Pemda berencana memberikan denda kepada warganya sendiri bagi yang tidak menggunakan masker. Apakah ini sebuah perintah atasan (baca: Presiden)?, atau bentuk lain dari alternatif pengadaan anggaran penanganan Covid-19?. Wah, ini repot.

Mencari Tindakan Alternatif

Menurut penulis, memberikan denda kepada warga yang tak menggunakan masker saat beraktivitas di luar, adalah bukti kegagalan yang paling nyata dalam sosialisasi pencegahan Covid-19. Ini sama halnya berpasrah pada kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh pihak Pemda. Denda bukanlah solusi untuk keluar dari pandemi ini.

Mengapa tidak memberikan pengawasan secara langsung di lokasi keramaian?, mengapa tidak mencoba alternatif lain di tengah kesulitan ekonomi warga di masa pandemi ini?. Buton tidak bisa disamakan dengan Jakarta. Bagaimana jika denda diganti dengan berlari keliling terminal 5 kali atau push up atau membersihkan sampah di sekitarnya? lumayan, warga bisa berolah raga. hehehe…

Paling tidak, jika aktivitas di luar rumah telah diperbolehkan, maka penerapan normal baru sesuai protokol kesehatan tak henti-hentinya untuk disosialisasikan, seperti di pasar-pasar, tempat nongkrong, hingga pertemuan-pertemuan yang berada baik di dalam maupun di luar ruangan.

Bagikan:

ARTIKEL TERKAIT

POPULER

Lubang Lama, Dalih Baru: TPP ASN Buton Dua Tahun Berturut Jadi Korban Adm 05-06-2025 | 11:39AM