Dua Tahun Proses, Giliran Cair Pinjaman Pemkab Buton Disoal

Massa Aliansi Pemuda Pemantau Kebijakan Publik ketika berdialog dengan anggota DPRD Buton. (Foto: SURUMBA.com)

SURUMBA.com - Rencana pinjaman Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton yang diajukan sejak tahun 2019 lalu, kini telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Dari usulan Rp180 miliar, yang disetujui tinggal Rp148 miliar.

Pemerintah pusat menunjuk Bank Sultra sebagai penyedia pinjaman setelah rencana sebelumnya ditangani secara konsorsium.

Namun di tengah proses lobi-lobi tentang bagaimana bentuk dan waktu yang tepat untuk dicairkan ke kas daerah (kasda), Pemkab Buton kemudian mendapat sorotan dari Aliansi Pemuda Pemantau Kebijakan Publik. Melalui unjuk rasa, lembaga ini mempertanyakan reguliasi pengajuan pinjaman sampai dengan bagaimana bentuk pengembaliannya, di Kantor Bupati Buton dan Kantor DPRD Buton, Senin (September 07, 2020).

Ketika diterima Sekda Buton, Ld Zilfar Djafar, Koordinator Aksi, Suhardin mengatakan, pihaknya tidak dalam posisi mengharamkan pemerintah daerah untuk mengajukan pinjaman. Sebab regulasi membolehkan untuk itu. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana urgensinya sehingga harus meminjam.

Mantan Caleg Partai Golkar Buton periode 2019-2024 ini juga mempertanyakan aturan yang digunakan Pemkab Buton dalam mengajukan pinjaman. Digunakan untuk apa, apa jaminannya, hingga bagaimana kemampaun keuangan daerah dalam memikul beban utang.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, Ld Zilfar Djafar terlebih dahulu mengucapkan permohonan maaf atas belum hadirnya Bupati Buton, La Bakry. Atas apa yang disampaikan akan menjadi bahannya untuk disampaikan kepada pemegang kebijakan.

Dia menjelaskan, sebelum mengajukan pinjaman pihaknya sudah membentuk tim yang terdiri dari berbagai OPD terkait. Masing-masing dari mereka bertugas untuk mengkaji pinjaman sesuai dengan tupoksinya.

"Seperti berkaitan dengan regulasi, itu dikaji bagian hukum. Begitu pula dengan sektor-sektor lain sesuai dengan teknisnya," jelasnya.

Setelah disetujui pemerintah pusat, lanjut Zilfar, bank konsorsium yang ditunjuk kemudian mengerucut kepada Bank Sultra sebagai penyedia pinjaman. Bank ini dipilih karena Pemkab Buton memiliki saham berupa penyertaan modal sebanyak Rp30 miliar. Selain itu, pengembaliannya diharapkan bisa meringankan.

Mengenai peruntukannya, kata dia, dana pinjaman ini sebagian besar difokuskan pada infrastruktur. Mulai dari pembuatan jalan dan jembatan sampain dengan irigasi pertanian. Instansi teknis pengelola adalah Dinas PUPR.

Posisi pembangunan infrastruktur sekarang masih dalam perencanaan. Sebab pinjaman juga sementara dalam tahap negosiasi berkaitan dengan besaran pengembalian. Pekerjaan baru akan berjalan setelah ada penandatanganan perjanjian atau ketika pinjaman telah masuk ke kasda.

Jawaban dari Sekda ini kurang memuaskan bagi para pengunjuk rasa. Sebab regulasi yang dipertanyakan tidak disebutkan dengan jelas. Padahal namanya pinjaman harus dibuka secara transparan, akuntabel, maupun dipertimbangkan keefektifan dan efesiensinya dengan asas kehati-hatian.

"Kita ini Pak Sekda tidak ada niatan yang aneh-aneh. Semua ini berangkat dari bagaimana supaya Buton itu lebih baik," ucap Suhardi.

"Kita lihat Pak Sekda ini belum mempersiapkan segala sesuatunya. Kami barangkali akan melanjutkan dengan aksi selanjutnya. Jadi harapan kita di hari Kamis ini Pak Sekda dan jajaran sudah mempersiapakan kaitannya dengan apa yang kami pertanyakan. Kami anggap kesimpulan hari ini belum tuntas sehingga nanti kami agendakan lagi hari Kamis," sambungnya.

Dari ruangan Sekda, massa Aliansi Pemuda Pemantau Kebijakan Publik kemudian menuju Kantor DPRD Buton. Tuntutan mereka hampir sama dengan yang dipertanyakan kepada Sekda.

Setelah bergantian orasi, massa kemudian ditemui Ketua DPRD Buton, Hariasi, didampingi Ketua Komisi III, Rudini Ncea, dan dua anggota dewan lain Hanafi dan Darsono.

Pada kesempatan tersebut, Hariasi menjelaskan bahwa usulan persetujuan pinjaman daerah merupakan warisan dari DPRD periode sebelumnya. Pihaknya hanya melanjutkan saja. Makanya ditetapkan bersamaan dengan APBD 2020.

Sebelum disetujui, kata dia, usulan pinjaman telah dibahas sesuai dengan petunjuk regulasi. Dan kalaupun melanggar, pasti ketika diajukan sudah lebih dulu ditolak oleh pemerintah pusat.

Kenapa Nanti Sekarang Baru Disoal

Kepada pengunjuk rasa, Hariasi balik bertanya bahwa kenapa nanti sekarang baru dana pinjaman dipertanyakan. Jika memang benar peduli kepada daerah, harusnya unjuk rasa sudah dilakukan sejak awal-awal penganjuannya.

"Pinjaman ini merupakan warisan dari DPRD lama. Dan kenapa ketika itu teman-teman tidak ada. Fokus di kasus lain mungkin ya. Tapi sudah lah, semua itu sudah berlalu," sentilnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, proses pengembalian pinjaman ada dua tahun dan lima tahun.

Ketika dibahas, pinjaman ditargetkan harus sudah dikembalikan setelah masa jabatan Bupati La Bakry selesai. Namun dengan pertimbangan keuangan daerah tidak memungkinkan, maka terpaksa harus diselesaikan sampai tahun 2024 dengan bunga menurun.

Sesuai usulan, dana pinjaman sebagian besar akan digunakan untuk pembangunan jalan Lawele-Mantowu. Pihaknya mengamini karena memang akan memperpendek akses masyarakat Kapontori-Lasalimu menuju Ibukota Pasarwajo.

Disamping itu, dengan adanya jalan tersebut diyakini dapat mendatangkan PAD. Sebab, aktivitas bongkar muat aspal tidak lagi di Pelabuhan Banabungi melainkan sudah di Lawele. Pemkab Buton akan membuat jembatan timbang di sana supaya memungut pajak restribusi.

Selanjutnya, pinjaman juga akan digunakan untuk pembangunan jembatan di beberapa wilayah Kabupaten Buton yang masih susah diakses. Kemudian, juga buat pembangunan irigasi karena beberapa desa kewalahan dalam proses pengairan pertanian. Termasuk sarana air bersih, pembangunan pasar serta rehabilitasi Mess Buton. 

"Di era Ali Mazi ini Rumah Sakit Jantung akan dibangun di depan Mes Buton. Sehingga untuk meningkatkan PAD, itu Mes Buton rencananya kita akan jadikan hotel. Makanya kita harus direhab menggunakan dana pinjaman," ujarnya.

Setelah panjang lebar memaparkan, Hariasi kemudian beradu mulut dengan pengunjuk rasa. Dialog kemudian bubar tanpa kesimpulan setelah Aliansi Pemuda Pemantau Kebijakan Publik menarik diri meninggalkan Kantor DPRD Buton. (man)

Bagikan:

POPULER

Pilkada Buton, Mandat Golkar Menunggu Hasil Survei Adm 15-05-2024 | 18:45PM