Oleh: Abdul Wahid, S.Pd., M.Pd.
Tenaga Pendidik SMAN 1 Pasarwajo Kabupaten Buton
Corona virus yang disingkat Covid merupakan virus yang berasal dari Negara Tiongkok tepatnya di Provinsi Wuhan. Virus ini mulai ditemukan pada bulan Desember 2019, sehingga secara lengkap disebut dengan nama Corona Virus Disease 2019 atau disebut Covid-19. Virus Corona mulai menyebar di seluruh dunia, dan pada bulan Maret 2020 berhasil masuk di Indonesia.
Di Indonesia mempunyai tantangan besar dalam penanganan Covid-19, termasuk dalam penyelenggaraan pembelajaran di semua jenjang pendidikan. Sehingga di masa pandemi Covid-19 ini, secara tidak langsung memaksa seluruh umat manusia untuk berpikir dan mencari solusi supaya aktivitas hidupnya dapat berlangsung seperti biasa. Salah satu cara untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 adalah menjaga jarak fisik (physical distancing) dan pembatasan sosial (social distancing), memakai masker dan selalu cuci tangan. Sehingga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan pendidikan dalam masa darurat Covid-19 dalam bentuk Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Ujian Nasional, belajar dari rumah, Ujian Sekolah, Ulangan Kenaikan Kelas, Penerimaan Peserta Didik Baru, dan penggunaan dana BOS.
Kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, pemerintah menerapkan belajar dari rumah dengan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang menggunakan jaringan internet serta menggunakan alat perantara, seperti gadget, labtop, dan samartphone. Hal ini seiring dengan yang dikatakan oleh Milman 2015 dalam Ali Sadikin dan Afreni Hamidah (2020) bahwa penggunaan teknologi digital dapat memungkinkan mahasiswa dan dosen melaksanakan proses pembelajaran walaupun mereka berada pada tempat yang berbeda. Kebijakan ini terhitung mulai tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan sekarang tetap menerapkan pembelajaran moda daring (dalam jaringan) dengan tujuan untuk memutus mata rantai covid-19.
Menurut Moore, Dickson-Deane & Galyen (2011) dalam Ali Sadikin dan Afreni Hamidah (2020) bahwa pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang menggunakan jaringan internet dengan aksebilitas, konektivitas, fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai interaksi pembelajaran. Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang mampu mempertemukan mahsiswa dan dosen untuk melaksanakan interaksi pembelajaran dengan bantuan internet (Kutarnto, E. (2017) dalam Ali Sadikin dan Afreni Hamidah (2020). Penggunaan teknologi mobile mempunyai sumbangan besar dalam lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pencapaian tujuan pembelajaran jarak jauh (Korucu & Alkan, 2011) dalam Ali Sadikin dan Afreni Hamidah (2020).
Menurut Syamsul Jamal (2020), tidak serta merta pembelajaran online (daring) dapat langsung digunakan di suatu lingkungan sekolah, tergantung kepada proses belajar yang dialami peserta didik. Proses belajar yang berpengaruh bagi tujuan pendidikan yang berlangsung salah satu psikologi yang ada di dalamnya adalah kesiapan.
Suatu pengembangan e-learning di dalamnya terdapat proses analisis yang sangat penting yang akan menentukkan langkah pengembangan selanjutnya. Kesiapan e-learning dikelompokkan menjadi enam faktor yaitu (1) kesiapan peserta didik (2) kesiapan guru (3) infrastruktur (4) dukungan managemen (5) budaya sekolah (6) kecenderungan pembelajaran tatap muka (Syamsul Jamal, 2020).
Beberapa kendala yang dihadapi pada saat pembelajaran daring, mulai dari masalah teknis hingga pada saat proses pembelajaran, seperti jaringan, biaya kuota yang cukup mahal, mengoperasionalkan aplikasi google calassroom dan quipper school dengan prosedur yang benar. Ketersediaan layanan internet yang belum merata menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Di sampng itu, tentang pembiayaan, di mana kemampuan ekonomi orang tua peserta didik berbeda-beda. Sehingga jika dua kendala yang disebutkan di atas menimpa peserta didik, maka yang bersangkutan akan kehilangan kesenpatan belajar. Hal ini tentu akan bermasalah dalam proses penilaian.
Apakah penilaian hasil belajar beda antara Masa Normal dan Kondisi Khusus?
Dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, tidak sedikit oknum peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran daring dengan memanfaatkan alasan ketidaktersediaan jaringan, biaya, serta media (hand phone android). Hal ini berkaitan dengan faktor internal peserta didik seperti komitmen, motivasi, kedisplinan, dan lain-lain.
Penilaian di masa pandemi covid-19 disebut dengan penilaian Belajar Dari Rumah (BDR) dilakukan bukan semata untuk menentukan standar pencapaian atau kepentingan nilai (assigning grade). Penilaian dalam BDR dilakukan mestinya dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat menemukan cara belajar yang lebih baik bagi dirinya pada setiap subjek yang dipelajari/diajarkan. Penilaian semacam ini disebut dengan penilaian formatif, yakni skor/nilai hasil sebuah aktivitas penilaian bukanlah standar pencapaian ataupun tujuan proses pembelajaran. Karena jika kita menggunakannya sebagai tujuan proses pembelajaran, nilai sesungguhnya yang merupakan ukuran dari status pembelajaran akan hilang dan justru mendistorsi proses pembelajaran yang diharapkan, (Kemendikbud, 2020).
Namun demikian, prinsip-prinsip peniaian tetap diberlakukan. Penilaian harus adil bagi semua peserta didik dan tidak merugikan peserta didik tertentu. Hal ini tentu menuntut tenaga pendidik agar menilai dengan propsional.
Pertanyaannya adalah “Bagaimana dengan peserta didik yang tidak pernah aktif, jarang aktif, dan paling aktif? Tentu akan memperoleh hasil belajar yang berbeda-beda. Namun peserta didik yang tidak pernah aktif, dan jarang aktif perlu penelusuran sampai ditemukan penyebab dari ketidakaktifan mereka. Karena diharapkan tenaga pendidik tidak ‘menghakimi’ peserta didik di masa pandemi Covid-19.