Peran KOHATI di Era Society 5.0

Wa Indri Fitwi Rasim. (Foto: Ist)

Oleh: Wa Indri Fitwi Rasim
(Anggota Himpunan mahasiswa Islam (HmI) Komisariat Insan Cita Pasarwajo)

Sejarah  KOHATI ( Korps HmI-Wati)
Dalam bentangan sejarah panjang manusia, perempuan selalu menjadi objek penting yang selalu menarik untuk dikaji. Sebab, mengapa perempuan selalu menjadi pelaku dari penindasan dan diskrimnasi. Hak-haknya di renggut, serta selalu disandingkan sebagai mahkluk lemah. Sedangkan, dalam teater kemanusiaan, diskursus mengenai perempuan sebenarnya sudah ada sejak manusia itu dilahirkan, baik status, tugas, juga hak dan kewajiban. Perkembangan pemikiran seiring dengan paradigma masyarakat pada masanya (gradual), begitu  dengan masalah perempuan. Pada awalnya tugas dan peranan perempuan berada pada bidang mengurusi anak, rumah dan sekitarnya (domestik) kemudian kini mulai merambah pada sektor publik. Isu marginalisasi satu jenis dari lainnya serta beberapa perilaku ketidak adilan menjadi headline pembicaraan masyarakat.

Begitu pula halnya dengan Himpunan mahasiswa Islam (HmI). Sejak berdirinya, kontribusi besar perempuan sudah nampak. Hal itu dapat dilihat pada sosok dan peran aktif dua orang hawa yaitu Maesaroh Hilal dan Siti Zaenah yang secara struktural terlibat dalam kepengurusan (Maesaroh Hilal bendahara II). Kemudian menyusullah HMI-Wati lainnya seperti Tejaningsih, Siti Baroroh Bried, dan Tujimah. Mereka adalah inang – inang pengasuh HmI pada awal kelahiran KOHATI.

Dalam catatan sejarah, KOHATI  lahir pada Musyawarah Kerja HmI Jaya pada tanggal 12 Desember 1965, Kemudian KOHATI dikukuhkan dalam Surat Keputusan No.239/A/Sek/1966 Tentang Pembentukan Kohati. didirikan dengan latar belakang antara lain :

  1. Semangat dan Jiwa Islam yang tertanam dalam pada diri HMI-Wati yang menempatkan wanita di tempat yang wajar.
  2. Semangat dan realisasi emansipasi yang di prakarsai oleh RA Kartini.
  3. Tuntutan dari HmI sendiri dan kondisi Internal HMI-Wati yang mengharuskan agar HmI-Wati ikut bersama kelompok wanita lain bekerjasama menumpas PKI.
  4. Karena berdirinya lembaga-lembaga di HMI seperti LDMI, LKMI, LPMI, LAPMI.
  5. Dalam rangka meningkatkan pengembangan kegiatan dan pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan dalam rangka pembentukan kader HMI-Wati sebagai Patriot Komplit.

Tujuan Pembentukan KOHATI
Karena KOHATI merupakan Lembaga semi otonom yang didirikan oleh Himpunan mahasiswa Islam (HmI). Sehingga tentu memiliki tujuan yang sama yakni “Terbinanya Muslimah yang berkualitas Insan Cita” dan "insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata ’ala". Dengan rumusan tujuan ini KOHATI memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HmI (mencapai 5 kualitas insan cita) tetapi berspesialisasi pada pembinaan anggota HmI-Wati untuk menjadi muslimah yang berkualitas insan cita.

Maka proses pembinaan di KOHATI ditujukan untuk peningkatan kualitas dan peranannya dalam wacana keperempuanan. Ini dimaksudkan bahwa aktifitas HmI-Wati tidak saja di KOHATI dan HmI, tetapi juga dalam masyarakat luas, terutama dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan. Dengan demikian, maka jelas bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HmI.

Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik, maka KOHATI harus membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota KOHATI memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan profesional serta kemandirian dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan yang berkembang dalam masyarakat.

Perempuan Ideal di Era Modern
Secara kuantitas, perempuan merupakan separuh masyarakat. Dan dalam perspektif islam Kiprahnya tentu tak bisa diabaikan atau dipandang sebelah mata. Bahkan sejarah peradaban manapun tak bisa dilepaskan dari peran perempuan. Peran kodratinya sebagai seorang individu, istri, sebagai ibu rumah cinta serta sebagai anggota masyarakat memiliki nilai politis tinggi dan strategis dalam membentuk, mewarnai dan melestarikan sebuah generasi. Wajar jika maju-mundurnya sebuah masyarakat selalu dinisbahkan pada sosok perempuan.

Bahkan dikatakan pula Perempuan adalah tiang negara atau dengan kata lain sebagai rahim peradaban. Ini pun terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah Saw.  “Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya baik maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya”.

Sehingga, ketika berbicara terkait perempuan di era modern tentu tak bisa lepas dari pengaruh teknologi sebagai wasilah penggeraknya. Sebab, menurut data Layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk Digital 2021. Bahwa pengguna internet (social media)  Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di internet. Dan tak bisa menutup mata itu artinya bahwa kasus diskrimasi  bahkan pelecehan seksual (online Sexual Harassment) pun semakin meningkatt. Contohnya,  penyebaran foto dan video pornografi dengan sasaran perempuan sebagai sarana untuk mengancam, yang menyebabkan Bunga seorang remaja SMA harus bunuh diri tersebab frustasi. Kemudian, komentar-komentar negatif di social media yang membuat perempuan remaja menjadi insecure dan kehilangan jati diri masih terus terjadi higga hari ini.

Oleh karena itu, kita harus mampu menjadi perempuan di era Society 5.0. Yaitu  adalah Perempuan yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi industri 4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), khususnya social media untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi.

Artinya, dengan perkembangan teknologi hari ini social media harus di gunakan sebagai wasilah berdakwah untuk kemaslahatan umat. Seperti karya membuat konten kreator dakwah dalam bentuk video kajian, tulisan-tulisan opini,  serta pamflet yang dapat menekan angka opini-opini diskriminasi perempuan pada sebagian media hari ini. Sehingga kader-kader KOHATI harus mengambil peran mengisi seluruh ruang-ruang publik di social media (dunia maya) untuk kemaslahatan umat. Begitupun di dalam dunia nyata kita harus mengambil peran sebagai Kader yang dituntut mampu menyuarakan kebenaran dan mencerdaskan generasi peradaban khususnya perempuan. Sehingga, sinergi perempuan di era society 5.0 ini menjadi kontribusi kita dalam membangun peradaban.

Bagikan:

ARTIKEL TERKAIT

POPULER

Program Gizi Berujung Keracunan: 23 Balita dan Ibu Hamil Dirawat di Puskemas Wolowa Adm 26-05-2025 | 14:45PM